Pidana Kerja Sosial Sesuai KUHP Baru Siap Dijalankan 2026 di Batam, Amsakar Tandatangani Kerjasama

oleh -63 Dilihat
oleh

Tanjungpinang – Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, menandatangani kerja sama (PKS) dengan Kejaksaan Negeri Batam terkait pelaksanaan pidana kerja sosial. Penandatanganan berlangsung di Aula Sasana Baharuddin Lopa Kejati Kepri, Kamis (4/12/2025).

Kesepakatan ini menjadi bagian dari persiapan penerapan penuh KUHP Nasional pada 2 Januari 2026, sesuai UU Nomor 1 Tahun 2023. Mekanisme dan syarat pelaksanaannya mulai disiapkan, termasuk penerapan pidana kerja sosial sebagai salah satu alternatif selain hukuman penjara.

Penandatanganan ini didahului oleh MoU antara Gubernur Kepri dan Kejati Kepri. Selain Batam, seluruh bupati dan wali kota se-Kepri juga meneken kerja sama dengan Kejaksaan Negeri di daerah masing-masing, memperkuat komitmen bersama dalam penerapan pidana kerja sosial.

PKS ini mengatur penyediaan lokasi kerja sosial, mekanisme pengawasan, pembinaan pelaku, koordinasi data, hingga sosialisasi. Kesepakatan ini juga menegaskan pentingnya penerapan yang konsisten dan manusiawi, penguatan koordinasi antar-instansi, optimalisasi peran lembaga sosial, serta peningkatan kesadaran hukum pelaku.

Penandatanganan turut disaksikan Direktur C Jampidum Kejagung RI Agoes Soenanto Prasetyo, Kajati Kepri J. Devy Sudarso, dan Gubernur Kepri Ansar Ahmad.

Amsakar mengapresiasi dan mendukung sistem pemidanaan yang mengedepankan keadilan restoratif.

“Kita ingin mereka yang telah menjalani hukuman tetap punya peluang memperbaiki hidup. Kerja sosial ini menjadi ruang agar mereka kembali memberi manfaat,” ujarnya.

Kajati Kepri J. Devy Sudarso menilai pidana kerja sosial sebagai terobosan yang menempatkan pemulihan dan pendidikan moral sebagai tujuan utama, sekaligus mengurangi dampak negatif hukuman penjara jangka pendek.

“Orientasinya adalah pemulihan sosial, tanggung jawab, serta pemanfaatan tenaga pelaku untuk kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat,” katanya menegaskan.

Gubernur Kepri Ansar Ahmad menyebut kebijakan ini membuat pendekatan hukum lebih humanis, dengan pemerintah daerah memegang peran sentral dalam pengawasan pelaksanaan di lapangan. Ia menekankan lokasi pelaksanaan tidak boleh merendahkan martabat pelaku dan tidak bersifat komersial.

“Kerja sosial bukan hanya hukuman, tetapi juga proses agar pelaku memahami kesalahan dan memperbaiki diri. Setiap pelaksanaannya harus diawasi dengan ketat dan wajib dilaporkan kepada Kejaksaan,” ucap Ansar.

Sementara itu, Direktur C Jampidum Kejagung RI Agoes Soenanto Prasetyo mengingatkan bahwa pidana kerja sosial tetap merupakan pembatasan hak seseorang sehingga pelaksanaannya harus proporsional dan sesuai aturan.

“Ini konsep baru sehingga butuh kehati-hatian dan koordinasi kuat antara kejaksaan dan pemerintah daerah,” jelasnya.

Acara ditutup dengan penyerahan plakat dan buku Desain Ideal Implementasi Social Service Order sebagai panduan pelaksanaan di daerah.***