Batam – Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau, memperluas akses penggunaan QRIS du pulau terluar. BI Kepri memperkenalkan QRIS sebagai instrumen pembayaran di berbagai sektor ekonomi lokal. Mulai UMKM, pedagang pasar, rumah makan, hingga layanan transportasi.
Peluncuran program digitalusasi di Belakang Padang, digelar, Sabtu (15/11/2025) malam, di Belakang Padang, Batam. Program itu untuk mendorong perluasan ekosistem pembayaran digital hingga ke wilayah pulau-pulau terluar.

Langkah ini ditandai dengan pelaksanaan program Berlayar yang untuk pertama kalinya digelar di Kecamatan Belakangpadang, Pulau Penawar Rindu—wilayah yang dikenal sebagai cikal bakal perkembangan Kota Batam.
Menurut Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepri, Ardhienus, pemilihan Belakangpadang sebagai lokasi perdana bukan tanpa alasan. Selain memiliki nilai historis dan budaya, pulau ini juga dinilai strategis karena berada sangat dekat dengan Singapura dan menjadi salah satu pintu masuk wisatawan mancanegara, terutama wisatawan cross-border.
“Ini kegiatan pertama yang kita laksanakan. Belakangpadang kami pilih karena punya sejarah, punya identitas, dan punya potensi ekonomi yang besar. Kita ingin mengenalkan kembali bahwa wilayah ini memiliki daya tarik yang bisa diperkuat lewat digitalisasi,” ujar Ardhienus.
Ardhienus menyebutkan bahwa saat ini BI sedang melakukan pemetaan jumlah pengguna QRIS di wilayah Belakangpadang, termasuk melihat potensi peningkatan transaksi dari kunjungan wisatawan lokal maupun asing.
“Data transaksi QRIS di Belakangpadang masih kita kompilasi. Tapi potensi ekonominya besar, apalagi dari wisatawan Singapura. Dengan konsep cross-border QRIS, wisatawan nanti bisa bertransaksi langsung menggunakan sistem pembayaran digital yang terintegrasi,” jelasnya.
Program pojok digital juga disiapkan BI untuk mendukung edukasi masyarakat tentang layanan keuangan digital, cara membuat rekening, serta penggunaan QRIS agar semakin banyak pelaku usaha yang memahami manfaat digitalisasi.
Terkait penggunaan QRIS di sektor-sektor tertentu seperti pom-pom, warung, atau jasa transportasi laut, BI menegaskan bahwa tidak ada kewajiban penggunaan. Namun BI mendorong dan mendampingi para pelaku usaha agar dapat mengadopsi teknologi pembayaran non-tunai.
“Kita tidak mewajibkan. Namun kita mengedukasi supaya lebih banyak yang menggunakan QRIS. Beberapa sudah kita buatkan QRIS-nya, hanya tinggal dioptimalkan pemakaiannya,” kata Ardhienus.
Untuk menggunakan QRIS, para pelaku usaha harus memiliki rekening terlebih dahulu. Oleh karena itu, BI bersama perbankan terus memberikan pendampingan agar UMKM dapat memenuhi persyaratan layanan keuangan digital.
Sebagaimana diketahui, Program Berlayar di Belakangpadang merupakan agenda awal yang akan diperluas ke pulau-pulau lain di Kepri. BI menilai bahwa penguatan digitalisasi pembayaran merupakan kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, terutama di wilayah kepulauan yang memiliki arus wisata dan perdagangan barang yang tinggi.
“Kita tidak menargetkan angka transaksi tertentu dalam dua hari kegiatan ini. Fokusnya adalah memperkenalkan dulu. Ini langkah awal, agar penggunaan QRIS nantinya meningkat dan pelaku ekonomi semakin terbiasa dengan digitalisasi,” ujar Ardhienus.
Selain edukasi pembayaran digital, BI juga tengah mengidentifikasi blok-blok ekonomi lokal yang berpotensi dikembangkan lebih lanjut melalui sistem cross-border dan layanan digital lainnya.
Dengan potensi geografis dan kunjungan wisatawan yang semakin besar, BI optimistis bahwa digitalisasi ekonomi di Belakangpadang dapat menjadi model pengembangan ekonomi pulau-pulau kecil lainnya di Kepri.***










