Kepemilikan Nonresiden Naik jadi 142 Triliun

oleh -
oleh

Jakarta – Ekonomi Indonesia tetap berdaya tahan, saat tingginya ketidakpastian global. Walau ekspor melambat, namun pertumbuhan ekonomi triwulan I 2024 tercatat 5,11% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,04% (yoy). Ditengah ketidakpastian global, kepemilikan non residen naik menjadi Rp142,90 triliun.

Diungkapkan Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Erwin Haryono, seperti rilis yang diterima, Kamis (23/5/2024), penerbitan SRBI juga mendukung aliran masuk modal asing ke dalam negeri. tercermin dari kepemilikan nonresiden yang meningkat dari sebesar Rp71,55 triliun (18,18% dari total outstanding) pada 23 April 2024 menjadi Rp142,90 triliun (28,11% dari total outstanding) pada 21 Mei 2024.

“Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan berbagai inovasi instrumen pro-market baik dari sisi volume maupun daya tarik imbal hasil, dan didukung kondisi fundamental ekonomi domestik yang kuat, untuk mendorong kembali aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan domestik,” kata Erwin.

Disebut, optimalisasi instrumen moneter pro-market juga terus dilakukan untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan dalam memastikan inflasi tetap terkendali dan nilai tukar Rupiah tetap stabil. Transmisi kebijakan moneter pascakenaikan BI-Rate berjalan dengan baik.

Suku bunga pasar uang (IndONIA) tetap bergerak dalam kisaran BI-Rate, yaitu 6,05% pada 21 Mei 2024. Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan pada tanggal 17 Mei 2024 tercatat menarik, masing-masing pada level 7,29%, 7,38%, dan 7,48%, meningkat dibandingkan dengan hasil lelang pada 19 April 2024 yang masing-masing sebesar 6,81%, 6,82%, dan 6,94% sehingga mendukung efektivitas SRBI sebagai instrumen moneter pro-market.

“Suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada April 2024 tercatat masing-masing sebesar 4,59% dan 9,25%, relatif stabil dibandingkan dengan perkembangan bulan sebelumnya,” ujarnya.

Sementara itu, yield SBN tenor 2 dan 10 tahun meningkat pascakenaikan BI-Rate, yakni dari 6,31% dan 6,71% pada akhir Maret 2024 menjadi 6,86% dan 7,21% pada akhir April 2024, sehingga meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN. Perkembangan terkini menunjukkan yield SBN kembali turun menjadi 6,70% dan 6,86% per 21 Mei 2024, seiring dengan kenaikan aliran modal asing ke instrumen SBN.

“Perkembangan ini didukung oleh permintaan domestik. Walau saat ini ada pelambatan ekspor,” sambungnya.

Disebutkan, konsumsi swasta dan Pemerintah membaik didorong oleh dampak positif pelaksanaan Pemilu 2024 dan hari libur nasional terkait dengan Hari Besar Keagamaan Nasional. “Investasi tumbuh baik, terutama ditopang oleh investasi bangunan seiring berlanjutnya pembangunan infrastruktur,” jelasnya.

Sementara ekspor melambat sejalan dengan masih lemahnya permintaan dari mitra dagang utama. Kinerja pertumbuhan ekonomi triwulan I 2024 juga didukung oleh peningkatan pertumbuhan di Lapangan Usaha (LU) yang terkait mobilitas, seperti LU Perdagangan Besar dan Eceran, LU Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, serta LU Informasi dan Komunikasi.

Secara spasial, pertumbuhan ekonomi meningkat di sebagian besar wilayah. Perkembangan terkini menunjukkan kegiatan ekonomi pada triwulan II 2024 tetap baik, sebagaimana tecermin pada kinerja positif sejumlah indikator konsumsi rumah tangga dan investasi, seperti Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Penjualan Riil, dan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur.

“Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7-5,5%,” urai Erwin.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap baik sehingga mendukung ketahanan eksternal. Defisit transaksi berjalan triwulan I 2024 tetap rendah didukung oleh berlanjutnya surplus neraca perdagangan barang. Sementara itu, neraca transaksi modal dan finansial triwulan I 2024 mencatat defisit, sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global.

Perkembangan terkini pada triwulan II 2024 menunjukkan NPI kembali membaik ditopang oleh berlanjutnya surplus neraca perdagangan pada April 2024 sebesar 3,6 miliar dolar AS didukung oleh ekspor nonmigas. Sementara itu, aliran masuk investasi portofolio kembali positif pada triwulan II 2024 (sampai dengan 20 Mei 2024) secara neto tercatat sebesar 1,8 miliar dolar AS didorong oleh dampak positif respons bauran kebijakan moneter Bank Indonesia.

Posisi cadangan devisa Indonesia akhir April 2024 tetap tinggi sebesar 136,2 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Secara keseluruhan, NPI 2024 diprakirakan terjaga dengan transaksi berjalan dalam kisaran defisit rendah sebesar 0,1% sampai dengan 0,9% dari PDB.

“Neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan tetap mencatatkan surplus didukung oleh peningkatan aliran masuk modal asing sejalan dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global dan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik,” kata Erwin.

Diakui, ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi di tengah prospek perekonomian Amerika Serikat (AS) yang kuat. Ekonomi AS tumbuh kuat ditopang oleh perbaikan permintaan domestik, termasuk fiskal akomodatif, dan kenaikan ekspor. Inflasi AS pada April 2024 tetap tinggi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi AS yang kuat tersebut, meski melambat dibandingkan dengan inflasi Maret 2024.

Perkembangan inflasi ini meningkatkan kemungkinan penurunan Fed Funds Rate (FFR) pada akhir tahun 2024. Pada saat bersamaan, risiko memburuknya ketegangan geopolitik sejak akhir April 2024 tidak berlanjut. Berbagai kondisi ini berdampak positif pada tertahannya penguatan dolar AS secara global dan menurunnya yield US Treasury dibandingkan dengan kondisi pada pertengahan April 2024, meski masih berada pada level yang tinggi.

Aliran modal ke negara berkembang kembali terjadi dan mengurangi tekanan terhadap nilai tukarnya. Ke depan, risiko terkait arah penurunan FFR dan dinamika ketegangan geopolitik global tetap perlu dicermati karena dapat kembali mendorong kenaikan ketidakpastian pasar keuangan global, menekan mata uang negara berkembang, meningkatkan tekanan inflasi, dan menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia.

“Kondisi ini memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” pesannya.

Disisi lain, nilai tukar Rupiah menguat dipengaruhi bauran kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia dalam memitigasi dampak rambatan ketidakpastian global. Nilai tukar Rupiah secara bulanan pada Mei 2024 (hingga 21 Mei 2024) kembali menguat 1,66% (ptp), setelah pada April 2024 melemah 2,49% (ptp). Penguatan nilai tukar Rupiah didorong oleh dampak positif respons bauran kebijakan moneter Bank Indonesia pada April 2024.

Respons kebijakan ini mendorong aliran masuk modal asing, terutama ke SBN dan SRBI, sebesar 4,2 miliar dolar AS pada bulan Mei 2024 (hingga 20 Mei 2024). Dengan perkembangan ini, nilai tukar Rupiah melemah 3,74% dari level akhir Desember 2023, lebih baik dibandingkan dengan pelemahan Peso Filipina, Won Korea, dan Baht Thailand masing-masing sebesar 4,91%, 5,52%, dan 5,99%.

Kedepan, nilai tukar Rupiah diprakirakan stabil dengan kecenderungan menguat didorong oleh imbal hasil yang menarik sejalan dengan kenaikan BI-Rate, premi risiko yang turun, prospek ekonomi yang lebih baik, dan komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar Rupiah.

Sementara rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Mei 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,25%. Suku bunga Deposit Facility sebesar 5,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 7,00%. Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter pro-stability, yaitu sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025.

“Termasuk efektivitas dalam menjaga aliran masuk modal asing dan stabilitas nilai tukar Rupiah,” harapnya.***