Dewan Kepri Bereaksi Keras Atas Langkah Dirjen Hubla Terkait Labuh Jangkar

oleh -
Kapal-kapal di perairan Batam-f/-innews.id

 

Batam – Anggota DPRD Kepri, memprotes keras, kebijakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), yang melarang Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) untuk memungut restribusi dari sektor labuh jangkar.

Dimana, Keputusan larangan tersebut tertuang dalam surat nomor UM.006/63/17/DJPL/2021 tentang Penyelesaian Permasalahan Pengenaan Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan oleh pemerintah daerah. Surat itu ditandatangani oleh Plt Direktur Jenderal Perhubungan Laut Arif Toha pada 17 September 2021.

Alasannya, jenis objek retribusi yang dipungut oleh pemerintah daerah bersifat closed list. Sehingga, pemerintah daerah tidak diperkenankan melakukan segala bentuk perluasan objek dari yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD,” ujar Arif dalam poin pertama huruf a dalam salinan surat tersebut.

Arif juga menyampaikan bahwa kewenangan pemerintah daerah yang tidak diikuti dengan kewenangan pemungutan pajak daerah, dan/atau retribusi daerah, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tidak dapat dikenakan pungutan, termasuk kewenangan provinsi untuk pengelolaan/pemanfaatan

Ketua Fraksi Gerindra di DPRD Kepri, Onward Siahaan mengatakan, Dirjen Hubla mengambil kebijakan sesuai kemauan hati-hatinya tanpa berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang ada. “Dia seolah-olah bangun negara di dalam negara,” cetus Onward, Rabu (22/9/2021).

Disampaikan, sebelumnya sudah ada kesepakatan. Dimana, kesepakatan itu adalah Pemprov Kepri berhak mengelola ruang lautnya dari 0-12 mil termasuk memungut jasa labuh jangkar.

Onward mengaku, hampir semua anggota legislatif terkejut ketika membaca surat edaran Dirjen Hubla itu. Lagi pula saat ini semua wakil rakyat tersebut sedang membahas APBD Perubahan 2021. Dalam postur APBD Perubahan 2021, pendapatan asli daerah dari jasa labuh jangkar sebesar Rp 200 miliar.

Namun demikian, surat edaran Dirjen Hubla itu dianggap berpotensi bisa membatalkan target pendapatan asli daerah dari jasa labuh jangkar dalam APBD Perubahan 2021 dan APBD 2022 nanti. “Gubernur harus menyurati Menhub atau bertemu langsung dan bicara dengan Pak Presiden,” tegas Onward.

Politisi Partai Gerindra itu menyebutkan ada lima titik lokasi pemungutan jasa labuh jangkar di perairan Kepri. Kelima titik itu berada di sekitar Pulau Galang, Pulau Nipah, depan Batu Ampar, daerah Kabil dan Berakit.

Selama ini pemungutan jasa labuh jangkar di perairan Kabil dan Berakit dilakukan oleh Pemprov Kepri. Sejak awal 2021 hingga sekarang, jumlah uang hasil pungutan yang masuk ke kas daerah sebesar Rp 290 juta.

Namun, surat penangihan yang dikeluarkan oleh Pemprov Kepri sebesar Rp 2 miliar. “Saya sudah tanya Aziz, kalau dihitung, selama setahun Kepri bisa dapat Rp 200 miliar dari jasa labuh jangkar. Nilai itu dipungut dari semua lokasi dan sudah dibagi-bagi dengan seluruh instansi yang terlibat,” beber Onward.

Lebih dari itu, dia juga menyoroti praktik tidak benar yang dilakukan oleh Kemenhub di titik lokasi labuh jangkar Pulau Galang dan Pulau Nipah. “Kemenhub memberikan izin pemungutan itu kepada swasta tanpa proses lelang tetapi hanya berupa penunjukan langsung saja. Itu salah fatal loh,” ujar Onward.

Selain itu, Onward menengarai ada ‘main mata’ antara oknum Kemenhub dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pemungutan jasa labuh jangkar. Dia menegaskan, banyak kapal yang labuh jangkar di Pulau Galang dan Pulau Nipah selama berbulan-bulan.

Namun, surat pemunguatan yang dikeluarkan oleh Kemenhub hanya terkait tagihan dengan durasi labuh jangkar selama 15 hari saja. “Sedangkan 1,5 bulan selebihnya tidak diketahui ke mana uang hasil pungutannya. Makanya jasa labuh jangkar ini merupakan proyek bancakan Kemenhub saja,” tegas Ketua Fraksi Gerindra di DPRD Kepri itu.***

No More Posts Available.

No more pages to load.